"kawasan wajib belajar,"
saya bukan orang pintar, karena orang pintar dulunya bodoh, saya adalah orang bodoh yang ingin belajar.

Melawan Dengan Argumentasi Ilmu

بسم الله الرحمن الرحيم


Dr Hamid Fahmy Zarkasyi

Ketika kalangan aktivis muslim ramai-ramai menghujat Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL), Ulil Abshar Abdalla, memutarbalikkan ajaran Islam, Hamid Fahmy Zarkasyi MA, MPhil, PhD tak ikut larut dalam suasana emosional itu. Putra pendiri Pondok Modern Gontor itu melawannya dengan ilmu lewat diskusi argumentatif dan tulisan di media massa.

Suatu hari Hamid Fahmi Zarkasyi dan Adian Husaini bertemu dengan Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab di Kuala Lumpur.
Ketiganya pun terlibat diskusi seru dan panjang di kediaman Hamid. Seusai diskusi, Hamid dan Adian mengantar Habib Rizieq ke seorang profesor di kampus Universiti Malaya untuk mendaftar sebagai mahasiswa program master di kampus tertua di Malaysia itu. Beberapa tahun kemudian Habib Rizieq kelar dari program MA dengan tesis “Pengaruh Pancasila terhadap Penerapan Syariat Islam di Indonesia dengan predikat cum laude dan langsung melanjutkan ke program doktor.

“Tidak mudah meyakinkan habib untuk sekolah kembali,kisah Hamid. “Habib berpandangan bahwa kemungkaran yang tampak mata adalah problem utama umat ini yang harus segera diberantas. Pandangan ini benar. Namun ada problem yang jauh lebih penting dari itu, yaitu kemungkaran ilmu, lanjutnya. Hamid menjelaskan, orang yang berzina, berjudi, atau menjadi gay memang salah.

Namun kesalahan yang jauh lebih besar terjadi bila kemudian ada intelektual yang membenarkan dan membela tindakan salah itu. “Dan itu sekarang terjadi di negeri ini. Ada seorang profesor doktor dari UIN Jakarta terang-terangan membela gay, kata Hamid. Menurut Hamid, munculnya gagasan-gagasan aneh dan menyimpang di kalangan intelektual Islam adalah sesuatu yang patut disayangkan.

Sebagai orang berilmu, mereka seharusnya memiliki pemikiran dan kepribadian yang bisa membawa maslahah (kebaikan) bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Bukan justru membuat bingung dan bimbang masyarakat terhadap agamanya. Kondisi itu terjadi, kata Hamid, karena ilmu yang ada di pikiran para intelektual itu telah rusak (mungkar).

“Semua persoalan yang dihadapi umat Islam, bangsa Indonesia, dan dunia sekarang ini bersumber dari satu hal; kemungkaran ilmu. Ketika ilmu sudah rusak, rusak pula hasil pemikiran dan perilaku orang yang memilikinya. Maka jangan heran bila banyak orang cerdas yang melakukan korupsi, ujarnya. Hamid melanjutkan, ilmu pengetahuan adalah dasar dari setiap perilaku manusia. Sikap dan perilaku seseorang sangat ditentukan oleh bangunan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Bahkan ilmu merupakan basis bagi sebuah bangunan besar peradaban. Warna dan bentuk sebuah peradaban ditentukan oleh basis keilmuan yang dijadikan pondasi.

Bagi Hamid, ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang murni obyektif. Tidak ada objektivitas murni dalam ilmu pengetahuan karena semua ilmu bersumber dari paradigma atau worldview (pandangan hidup). “Sementara ini ilmu pengetahuan yang kita pelajari bersumber dari pandangan hidup masyarakat Barat yang menafikan peran Tuhan atau minimal meragukan adanya Tuhan, kata Hamid.

Masyarakat Barat, lanjut doktor lulusan International Islamic University (IIU) Malaysia ini, pada abad pertengahan begitu trauma dengan peran Gereja Katolik yang sangat dominan. Sehingga ketika era baru lahir (abad modern), mereka mencoba meninggalkan semua yang berbau Tuhan dan agama dalam setiap lini kehidupannya. Akibat dari ilmu pengetahuan yang menanggalkan peran Tuhan adalah tiadanya tanggungjawab moral yang secera intrinsik melekat pada mereka-mereka yang memiliki ilmu.

“Maka tidak heran bila sekarang ini banyak orang belajar agama tetapi semakin ragu pada agamanya dan perilakunya tidak sesuai norma agama. Atau orang yang belajar hukum namun justru dia sendiri suka melanggar hukum, katanya. Berbeda dengan itu, Islam justru menekankan keterkaitan erat antara ilmu dan iman. Panjang lebar Hamid menjelaskan, pandangan hidup Islam mengenal trilogi yang tak terpisahkan antara iman-ilmu-amal. Ilmu harus berpijak pada iman dan berujung pada amal (perilaku).

“Beriman tanpa ilmu itu dilarang oleh Islam. Demikian juga berilmu tanpa iman. Apalagi beramal tanpa iman dan ilmu, tegas Purek III Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor itu. Konsep ini diyakini Hamid mampu membuat setiap orang menjadi pribadi paripurna. "Dengan trilogi itu, seorang intelektual bisa menjadi seorang yang taat ibadah dan bermoral baik dalam waktu yang sama, katanya.

Mendirikan Insists

Kemungkaran ilmu harus segera dilawan agar masyarakat tidak semakin rusak. Namun Hamid menekankan, kemungkaran jenis ini tidak bisa dilawan dengan aksi massa atau kekerasan. “Kalau kita diserang dengan senjata, kita harus berjihad dengan angkat senjata. Namun bila serangan itu dengan ilmu, kita harus melawannya dengan ilmu juga,ujar Hamid.

Atas dasar ini, Hamid Fahmy bersama teman-temannya di Malaysia mendirikan Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (Insists). Selain Hamid, lembaga yang didedikasikan untuk mengkonter JIL dan membangun kembali peradaban Islam yang berasas pada paradigma keilmuan Islam itu diisi oleh beberapa intelektual muslim muda seperti Adian Husaini PhD, Adnin Armas MA, Ass Prof Ugi Suharto PhD, Anis Malik Thoha PhD, dan Syamsuddin Arif PhD.

Insists bergerak cepat dengan melakukan lokakarya di berbagai daerah hingga ke kota-kota di Timur Tengah yang menjadi tujuan studi mahasiswa Indonesia, seperti di Kairo dan Arab Saudi. Mereka juga menerbitkan buku, menulis artikel di media massa, hingga menerbitkan Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam Islamia. Di jurnal ini, Hamid Fahmy berposisi sebagai pemimpin redaksi. Selain itu, Insists juga membidani kelahiran lembaga-lembaga kajian baru sebagai institusi satelit bagi Insists di berbagai kota.

Di Surabaya sendiri, akhir Juli lalu di-launching Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (Inpas) dengan visi-misi tidak jauh beda dengan Insists. “Kapan Berjuangnya? Pada 29 September 2006, bertepatan dengan 6 Ramadhan 1426, Hamid Fahmy Zarkasyi, dinyatakan lulus doktor. Di depan tim penguji ISTAC-IIU Malaysia, yang terdiri dari Prof Dr Osman Bakar, Prof Dr Ibrahim Zein, Prof Dr Torlah, dan Prof Dr Alparslan Acikgence, Hamid Fahmy berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul: al-Ghazzali’s Concept of Causality. Prof Alparslan memuji kajian Hamid sebagai memberi sumbangan penting pada kajian sejarah pemikiran Islam. Sebab pendekatan Hamid terhadap konsep kausalitas al-Ghazzali telah menjelaskan sesuatu yang selama ini telah dilewatkan oleh kebanyakan cendekiawan pengkaji al-Ghazzali.

Hamid Fahmy lahir di Gontor, 13 September 1958. Ia adalah putra ke sembilan dari KH Imam Zarkasyi, pendiri Pondok Modern Gontor Ponorogo. Selama ini, Hamid lebih banyak menghabiskan usianya untuk mencari ilmu. Setelah lulus BA dari Gontor pada 1982, Hamid melanjutkan studi ke program master di Universitas Punjab, Pakistan. Di sini ia memperdalam ilmu kependidikan yang sebelumnya ia peroleh dari Gontor. Setelah lulus dari Punjab, Hamid kembali ke Gontor. Namun kecintaan pada ilmu begitu kuat dalam diri Hamid. Maka pada 1996 ia belajar filsafat di University of Birmingham, Inggris hingga mendapat gelar Master of Philosophy (1998). Dari Inggris ia pun terbang ke Malaysia melanjutkan studi ke program doktor di International Islamic University Malaysia (IIUM) dan lulus pada 2006.

Tentang panjangnya waktu yang ia habiskan untuk belajar, salah seorang teman pernah berkata pada Hamid, "Ente ini belajar terus. Kapan berjuangnya? Pertanyaan sindiran ini begitu terngiang dalam benak Hamid hingga ia bergegas menyelesaikan studinya untuk berjuang mengamalkan ilmunya. (Ahmad Khoirul Fata)

Biodata

Nama Lengkap: Hamid Fahmy Zarkasyi, MA, MPhil, PhD
TTL : Gontor, 13 September 1958


Pendidikan :

- Kulliyatul Muallimin al-Islamiyah (KMI) Pondok Modern Gontor (lulus 1977)
- BA pada Fakultas Tarbiyah, Institut Pendidikan Darussalam (IPD) Gontor (lulus 1982).
- Master of Art in Education (MA.Ed) pada Institute of Education and Research (IER), University of Punjab, Lahore, Pakistan (1986).
- Master of Philosophy (MPhil) pada Faculty of Art, Dept. Theology, Unversity of Birmingham, United Kingdom (1996-1998).
- Philosophy Doctor (PhD) pada International Institute of Islamic Thought and Civilization-International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM), Kuala Lumpur, Malaysia (2006)

Aktivitas:
- Purek III Institute Studi Islam Darusalam (ISID) Gontor
- Pemimpin Redaksi jurnal ISLAMIA (http://cakfata-denbagus.blogspot.com/2009/01/hamid-fahmy-zarkasyi.html)

Sukron sudah mau membaca....jazakaAllah aufaru jaza'
2 komentar:

Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.


sukron atas komentarnya...

asa annakuna minAlladzina yastami’unal qoula Fayattabi’una ahsanah….. amin ya RObbal Alamin


Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Terbaru


Who am I.....

Foto saya
alhamdulillah, I am just a few people who can feel studying at high school then more of my friend can't feel it....
free counters

Followers

Text Backlink Exchanges Web Link Exchange Text Back Link Exchange Text Backlink Exchanges Text Back Links Exchanges